Jumat, 25 November 2011

HUNIAN HEMAT ENERGI & RAMAH LINGKUNGAN

RUMAH yang ideal tidak hanya terlihat sehat secara kasatmata, tapi bisa juga dibuktikan dari pola kebiasaan penghuninya yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Modernisasi dan globalisasi memberikan dampak baik sekaligus buruk dalam kehidupan manusia. Dampak baiknya, kehidupan menjadi lebih mudah dan orang semakin pintar. Sementara, dampak buruknya, manusia jadi sering berseberangan dengan lingkungan dan kesehatan. Dalam arti, mulai muncul berbagai penyakit, polusi udara di mana-mana, bahkan ekstremnya terjadi
global warming.


Untung, manusia juga segera menyadari dampak negatif tersebut. Terbukti dengan diwujudkan kampanye 
go greenataupun hidup sehat. Hal itu pun menyentuh dunia rancang bangun. Dalam konteks hidup sehat, hunian yang dibangun sejatinya tidak boleh lepas dari faktor sehat, ramah lingkungan, dan hemat energi.

Hal tersebut disampaikan arsitek Haris Prabawa. Menurut dia, rumah yang ideal sejatinya bisa mengakomodasi keinginan penghuni rumah, baik fungsi maupun visual, serta tata letak yang mengikuti kaidah- kaidah rumah sehat. Tak pelak, rumah sehat otomatis menjadi rumah ramah lingkungan dan hemat energi karena memang memaksimalkan kondisi lingkungan sekitar sehingga dapat menyatu dan saling melengkapi.

Rumah sehat bila diartikan secara sederhana adalah rumah yang menciptakan suasana sehat bagi penghuninya, baik fisik maupun mental. Dalam hal ini bukan hanya faktor kebersihan yang diperhatikan, juga apakah rumah tersebut sudah cukup nyaman bagi si pengguna.

Sebab, rumah yang nyaman bisa memberikan efek psikologis atau mental yang baik bagi penghuninya. Dalam arti, Haris menyebutkan, faktor yang dapat mendukung untuk terciptanya rumah sehat adalah lingkungan sekitar rumah itu sendiri.

Bila lingkungannya buruk, maka Anda sebagai penggunanya secara otomatis menutup diri dari lingkungan sekitar, dengan maksud melindungi anggota keluarga. Sementara, lingkungan yang baik adalah yang dapat membuat rumah terbuka dan mengundang elemen- elemen positif alam untuk mengisi setiap ruangan, baik udara maupun sinar alami.

Begitu pun faktor sisi keamanannya yang terasa kurang, tak pelak menjadikan rumah seperti rumah jeruji bagi sang penghuni. Sebenarnya rumah jenis itu tidak sehat karena memberikan efek psikologis ketakutan terhadap lingkungan luar sehingga mental penghuni rumah selalu dalam kondisi “waspada berlebihan” dan menjadi tidak sehat.
Mengenai ramah lingkungan, rumah dapat diartikan sebagai hunian yang mampu bersahabat dengan alam sekitar, bukan lantas saling merusak antara alam dan rumah. Misalnya pembuangan sampah yang teratur, rumah bisa mengakomodasi sinar matahari dan udara yang sehat, dan tentu memiliki taman yang asri.

Menurut Ketua Bagian Program dan Pendidikan Pusat Himpunan Desainer Interior Indonesia Nuarista Edi Nugraha, konsep ramah lingkungan juga berkaitan dengan masalah keamanan. Atau dalam hal ini kesehatan manusianya yang perlu diperhatikan. Jadi, penerapannya dari sisi material yang digunakan adalah material yang tidak memengaruhi kesehatan si pengguna.

Pertimbangan lain adalah bagaimana kita mengakomodasi sinar matahari yang masuk. Sinar ultraviolet yang secara frontal masuk ke dalam rumah bisa membuat penghuni kurang nyaman di dalam rumahnya karena terlalu panas sehingga perlu mengakali kelemahannya. Kendati hadap selatan merupakan hadap rumah yang disebut-sebut paling baik, tidak tertutup kemungkinan untuk arah hadap lain seperti timur atau barat untuk mendapatkan cahaya matahari yang baik jika Anda cermat mendesainnya.

“Alam tidak membedakan seluruh penjuru anginnya. Mungkin saja selatan selalu dianggap sebagai arah hadap yang paling bagus. Tapi, pada dasarnya masing-masing hadap memiliki kelebihan. Misalnya hunian menghadap timur, setiap pagi penghuni rumah ‘bermandikan’ cahaya matahari pagi yang sehat, maka bukaan diharapkan maksimal ke arah itu. Begitu juga rumah hadap lain, upayakan ada bukaan ke arah timur agar mendapatkan cahaya sehat pagi hari,” sebut Haris.

Sementara, untuk hadap barat, Haris mengatakan, memang akan dirasa kepanasan ketika sore hari. Bila rumah terbatas sulit membuat bukaan di arah lain, maka di depan bukaan diberi tanaman pepohonan sedikit lebih tinggi sehingga dapat menghalangi panas cahaya sore yang masuk serta mengurangi penggunaan AC pada sore hari.

Mengenai hemat energi, secara sederhana dapat diartikan rumah yang dapat mengonsumsi energi secara tepat guna. Misalnya, pemakaian listrik yang tepat guna, penggunaan air yang tidak boros, dan desain rumah yang tidak berlebihan. Mengenai rumah hemat energi, Nuarista mengungkapkan, bisa terkait bagaimana kita mendidik masyarakat untuk lebih peduli terhadap penghematan. Penghematan dalam hal ini bisa dilakukan di mana saja. Maksudnya, bila di rumah Anda sebagai penghuni dapat mengelola sinar matahari dengan semaksimal mungkin sehingga pada siang hari Anda tidak perlu menyalakan lampu ruangan.

Selain itu, bila ruangan berkemungkinan untuk mendapatkan sinar matahari, sebaiknya didesain semaksimal mungkin agar sinar bisa masuk ke dalam ruangan. Namun, dengan catatan tidak mengganggu kesehatan dan keamanan si pengguna.

“Kalau terlalu panas, itu kan otomatis mengganggu kesehatan. Antisipasinya, kita bisa menggunakan
secondary skin atau dengan tanaman. Jadi, bagaimana mengelola alam ini secara lebih bijaksana. Kalau bisa dengan tanpa buatan manusia dan bisa menggunakan alam,kenapa tidak?” kata Nuarista.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Reviews